Toleransi Beragama di Indonesia

Telah menjadi rahasia umum bahwa kehidupan bermasyarakat di tengah keragaman yang ada Indonesia tidak selamanya berjalan mulus. Sejatinya selalu ada saja konflik yang muncul yang diakibatkan adanya pandangan yang berbeda antar golongan. Utopia kedamaian di tengah keberagaman yang dimimpikan Pancasila terlihat semakin jauh untuk dicapai jika melihat kondisi intoleransi antar agama yang terjadi saat ini di Indonesia.

Indonesia adalah negara yang kaya, baik dari segi sumber daya alam maupun keberagamannya. Ada beberapa bentuk keberagaman di Indonesia, salah satunya yaitu keberagaman agama. Agama juga menjadi salah satu faktor pembentuk keberagaman masyarakat Indonesia. Pasalnya, Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat pemeluk agama yang tinggi. Perbedaan agama dapat membentuk keberagaman dalam bermasyarakat. Ini menciptakan cara hidup, bersosialisasi, dan berbudaya yang berbeda. Indonesia merupakan negara yang memiliki enam agama resmi diantaranya adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan juga Konghucu. dan disamping itu juga masih banyak kepercayaan lokal yang tersebar di penjuru wilayahnya. Populasi agama terbesar di Indonesia yaitu orang beragama islam (muslim) dengan jumlah lebih dari 229 juta manusia yang setara dengan 13% populasi muslim yang tersebar di seluruh dunia. Keragaman dan ketimpangan jumlah penganut agama ini seringkali menjadi penyebab konflik agama di Indonesia.

Sebenarnya kebebasan beragama telah tertulis pada beberapa bahkan terhitung banyak pasal dan salah satunya yaitu tercantum pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya. Namun pada faktanya, hasil implementasinya justru ditemukan berkebalikan di lapangan. Seperti beberapa diantaranya, menurut laporan dari BBC News menyebutkan dalam sepuluh tahun terakhir terdapat sedikitnya 200 gereja yang telah disegel dan ditolak warga sekitarnya. Tirto.id, juga menyebutkan hal serupa dimana dalam beritanya yang berjudul Kasus Intoleransi Terus Bersemi Saat Pandemi terdapat banyak pelaksanaan secara nyata intoleransi yang terjadi pada umat minoritas di Indonesia khususnya selama masa pandemi kemarin.

Beberapa kasus yang teridentifikasi dua  tahun lalu, sepanjang 2020 yaitu jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Kota Serang Baru telah diganggu saat sedang melakukan kegiatan beribadah pada 13 September 2020, sekelompok warga Graha Prima Jonggol menolak ibadah para jemaat Gereja Pantekosta Bogor pada 20 September 2020, umat Kristen di Desa Ngastemi yang dilarang beribadah oleh sekelompok orang pada 21 September 2020, dan juga larangan beribadah untuk para jemaat Rumah Doa Gereja GSJA Kanaan di Kabupaten Nganjuk pada 2 Oktober 2020. Tidak hanya dilarang untuk melaksanakan kegiatan beribadah namun, terdapat juga kasus surat edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berisi memberikan instruksi seluruh siswa SMA/SMK untuk wajib membaca buku Muhammad Al-Fatih 1453 karya Felix Siauw. Meskipun akhirnya surat edaran tersebut dibatalkan satu hari setelahnya, kejadian ini menyulut emosi banyak pihak.

Jika ditarik ke beberapa tahun silam, kasus intoleransi agama sejatinya bukanlah hal yang baru dan sudah menjadi pekerjaan rumah lama negara ini. Kasus - kasus perpecahan antar agama seperti konflik diantara umat Kristen dan muslim di Poso pada akhir tahun 90-an, lalu konflik yang terjadi di Ambon pada tahun 1999 yang diawali dengan pemalakan pemuda muslim pada warga nasrani yang kemudian menyebar dan membakar amarah, dilanjutkan dengan konflik Tolikara yang terjadi karena umat Gereja Injil Indonesia menyerang umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri di Markas Korem Tolikara dan ditambah aparat keamanan yang tidak berdaya menghadapi massa Gidi, hingga konflik Situbondo pada 1996 yang disebabkan oleh warga yang tidak merasa puas atas hukuman yang diberikan kepada seorang yang telah menistakan agama islam.

Intoleransi maupun diskriminasi dalam kehidupan beragama ini bagaikan angin lalu yang tidak sekalipun digubris dengan membiarkan para pelaku tanpa diadili. Maka dari itu telah muncul kekhawatiran yang dirasakan publik  ketika kondisi seperti ini terus berulang dan terus menerus terjadi, dengan begitu orang-orang akan menganggapnya hal yang normal. Padahal sebagai warga negara Indonesia, semua kedudukan sama dan tidak ada urutan tingkatan dalam kehidupan beragama?

Tidak perlu menunggu pihak berwajib dan penegak hukum menjadi lebih baik, mulailah dari dalam diri kita sendiri dari inisiatif masyarakatlah yang kita butuhkan saat ini, Inisiatif untuk menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama. Toleransi sendiri merupakan sikap yang muncul dari dalam diri seseorang untuk menghormati maupun menghargai orang lain. Implementasi toleransi tidak hanya cukup sebatas sampai pada sebuah sikap memahami dan menghargai sebuah perbedaan saja namun, akan lebih baik jika sikap tersebut juga didukung dengan kerjasama yang aktif di tengah perbedaan yang ada di sekitarnya. Sedangkan beragama yaitu hubungan makhluk hidup dengan tuhannya, hubungan yang mewujudkan sikap batin seseorang tampak dalam beribadah yang dilakukannya dan akan tercermin dalam sikap  sehari - harinya.  

Maka dari itu toleransi antar umat beragama merupakan wujud kenyataan dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk kelompok. Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan, dan juga kebiasaan kelompok agama lain yang berbeda. Ada dua jenis toleransi beragama. Pertama, toleransi beragama pasif yaitu kemampuan menerima dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, dan kebiasaan juga memberikan kesempatan tanpa melakukan suatu tindakan nyata yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan praktik peribadatan agama lain, namun tetap berusaha untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran pribadi. Kedua toleransi aktif, definisi toleransi aktif adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, kebiasaan dan memberikan kesempatan serta mendukung kelompok agama yang berbeda untuk menjalani praktik keagamaan dengan suatu tindakan nyata yang berbeda, bertujuan menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran sendiri.

Sikap toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal - hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi, sosial dan politik yang berbeda. Sikap - sikap yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa untuk mewujudkan sikap toleransi beragama dapat dimulai dari hal - hal yang kecil seperti tidak memaksakan agama yang dianut kepada seseorang yang berbeda keyakinan, menghargai dan menghormati agama yang dianut orang lain, tidak mengganggu ibadah  bahkan sampai merusak tempat ibadah sehingga mengganggu ketenangan agama lain, tidak menghina,  merendahkan dan berlaku diskriminasi pada seseorang yang berbeda keyakinan dengan kita dimanapun kita berada, dan juga yang paling penting kita harus bisa menerima perbedaan yang ada di antara diri kita dan juga orang lain di sekitar kita. 

Dengan menerapkan sikap - sikap tersebut akan mewujudkan kerukunan di lingkungan sekitar, akan menciptakan lingkungan yang damai dan tentram, akan menghindari terjadinya konflik dan perpecahan sehingga akan menguatkan tali persaudaraan. 

Komentar